Mengenal Allah - Imam Ghozali dalam Ihya’ Ulumuddin
Imam Ghozali dalam Ihya’ Ulumuddin, Ilmu Tasawuf terbagi menjadi dua: Tasawuf sebagai ilmu Mu’amalah, inilah yang diuraikan dalam Ihya’ Ulumuddin. Kedua, ilmu Tasawuf sebagai ilmu mukasyafah, menurut Imam Ghozali, ilmu ini tersendiri serta tidak boleh dituliskan. Sebagaimana kata Imam Ghozali , “Fana ialah salah satu tingkatan ilmu mukasyafah.
Dari dirinya muncul imajinasi orang yang menyatakan terjadinya hulul atau penyatuan dan yang menyatakan: Aku inilah Yang Maha Benar !..
ini benar-benar keliru, seperti kelirunya orang yang mem vonis cermin sebagai merah hanya karena memantulkan warna merah.”
Mengenai Tauhid, Imam Ghozali membaginya menjadi empat :
( 1 ) Tauhid seorang yang menyatakan Tidak ada Tuhan kecuali Allah, sementara kalbunya melalaikan makna ucapakannya, tauhidnya orang munafik.
( 2 )Tauhid yang membenarkan makna ungkapan-ungkapan Syahadat, tauhidnya orang-orang awam.
( 3 ) Tauhidnya orang yang menyaksikan kebenaran ungkapan tersebut secara kasyf dengan cahaya Yang Maha Benar, tauhidnya orang-orang yang akrab dengan Allah, para muqorrobin.
( 4 ) tauhid seorang yang tidak melihat dalam wujud kecuali hal yang tunggal, tauhidnya orang-orang yang benar, para shiddiqin, para sufi menyebutnya kefanaan dalam tauhid.
Kebahagiaan Imam Ghozali berpendapat, dalam Kimia’ al-Sa’adah, “Seandainya Anda memandang kearah ilmu, anda niscaya melihatnya bagaikan begitu lezat. Sehingga ilmu itu dipelajari karena manfaatnya. Anda pun niscaya mendapatkannya sebagai sarana menuju akhirat serta kebahagiaanya, dan juga sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah. Namun hal ini mustahil tercapai kecuali dengan ilmu tersebut.
Dan yang paling tinggi peringkatnya, sebagai hak umat manusia, adalah kebahagiaan abadi. Sementara yang paling baik adalah sarana ilmu tersebut yaitu amal, yang mengantarnya kepada kebahagiaan tersebut, dan kebahagiaan tersebut mustahil tercapai kecuali dengan ilmu serta amal. Dan ilmupun tidak mungkin tercapai kecuali dengan ilmu cara beramal. Jadi asal kebahagiaan di dunia dan akhirat itu sebenarnya ilmu.
” Kelezatan khusus kolbu adalah pengenalan terhadap Allah, dan kalbu memang tercipta untuk mengenal Allah. Kelezatan tertinggi dan terluhur pengenalan terhadap Allah. Manusia tidak hanya menikmati kelezatan pengenalan terhadap Allah setelah meninggal dunia saja, tapi diapun bisa menikmatinya ketika dalam keadaan sadar, yaitu ketika dia mampu menyaksikan berbagai hakekat realitas tertinggi, dan kepadanya pun alam malakut disingkapkan. Semua ini mustahil tercapai kecuali dengan keterpalingannya dari berbagai pesona materi, ilusi, serta kelezatan yang fana.” Kata Imam Ghozali.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !